Selasa, 03 Juni 2014

Hadis Do’a Berbuka Puasa “Allaahumma laka sumtu, wa ‘alaa rizqika afthartu”

Oleh : Mutia Afifati

A.    Teks dan Terjemah
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ " أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ»
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Husyaim, dari Hushain dari Mu'adz bin Zuhrah, bahwa telah sampai kepadanya “Sesungguhnya Nabi SAW apabila berbuka beliau mengucapkan: ALLAAHUMMA LAKA SHUMTU WA 'ALAA RIZQIKA AFTHARTU (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizki-Mu aku berbuka)”.
Menggunakan lafal dari Abu Dawud.
B.     Sumber
1.      Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, hal. 268, hadis no. 2358, “Kitab as-Shaum”, “Bab al-Qauli ‘inda al-Ifthar”. (Riyadh : Bait al-Afkaar ad-Duwaliyyah. Tth)
2.      Baihaqi, Sunan al-Kubra, IV : 403, hadis no. 8134, “Kitab as-Shiyaam”, “Bab Maa Yaquulu Idzaa Afthara”. (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 2003)
3.      Thabrani, Mu’jam al-Ausath, VII : 298, hadis no. 7549, “Bab al-Miim”. “Min Ismihi Muhammad”. (Kairo : Dar al-Haramain. 1995)
4.      Ibnu Abu Syaibah, Al-Kitab al-Mushannaf fi al-Ahaadits wa al-Aatsaar (Mushannaf Ibnu Abu Syaibah), II : 344, hadis no. 9744, “Kitab as-Shiyaam”, “Maa Yaquulu fii as-Shaaim idzaa Afthara Maa Yaquulu”. (Beirut : Dar at-Taaj. 1989)
5.      Al-Haris, Musnad al-Haris, I : 526, hadis no. 469, “Kitab al-Washaayaa”, “Washiyyah Sayyidina Rasulullah SAW”. (Madinah : Markaz Khidmah as- Sunnah wa as-Siirah an-Nubawiyyah. 1992)  



Skema Sanad 




Biografi Perawi-Perawi Hadis Do’a Berbuka Puasa “Allaahumma laka sumtu, wa ‘alaa rizqika afthartu” dari Jalur ath-Thabraniy



A.    Biografi Anas bin Malik[1]
Nama lengkap : Anas bin Malik bin Nadhr bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundab bin ‘Amir bin Ghanmun bin ‘Addiy bin Najjar. Merupakan pembantu Nabi SAW.
Nama kunyah : Abu Hamzah.
Nama laqab : al-Anshariy, al-Madaniy, al-Khazrajiy.
Thabaqah : Pertama (Sahabat yang masyhur/terkenal)
Pendapat  para ulama mengenai tahun wafatnya :
-          Wahab bin Jarir, dari ayahnya : Wafat tahun 90 H.
-          Hammaam, dari Qatadah : Wafat tahun 91 H.
-          Abu ‘Ulaiyah, Abu Nu’aim, Khalifah : Wafat tahun 93 H.
-          Ma’an bin ‘Isa, dari sebagian anak Anas : Wafat tahun 92 H.
Meriwayatkan hadis-hadis dari : Nabi SAW, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Fatimah az-Zahra, Abdur Rahman bin ‘Auf, Abu Thalhah, Mu’adz bin Jabal, Ubadah bin Shamit, Ummu Sulaim, dll.
Orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya : al-Hasan, Sulaiman at-Taimiy, Ishaq bin Abu Thalhah, Qatadah, Anas bin Siiriin, az-Zuhri, Yahya bin Sa’id al-Anshariy, dll.
Penilaian para ulama mengenai sifat dan kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis :
-          Ali bin al-Ja’di berkata, dari Syu’bah, dari Tsabit, bahwasanya Abu Hurairah berkata : aku tidak melihat seseorang yang sholatnya paling menyerupai Nabi kecuali anak Ummu Sulaim (Anas).
-          Ali bin Madaniy : Orang terakhir yang tinggal di Bashrah dari kalangan sahabat Nabi adalah Anas.
-          Bukhari berkata dalam “at-Tarikh al-Kabir “ : Nashr bin Ali berkata kepadaku : Telah mengabarkan kepada kami Nuh bin Qais, dari Khalid bin Qais, dari Qatadah, dia berkata : Ketika Anas bin Malik wafat, Mawarriq berkata : Telah hilanglah sebagian dari ilmu.


B.     Tsabit al-Bunaniy[2]
Nama Lengkap : Tsabit bin Aslam al-Bunaniy
Nama Kunyah : Abu Muhammad
Nama Laqab : Al-Bashriy, al-Bunaniy
Thabaqah : Ke-empat (Tabi’in kecil bertemu tabi’in senior)
Pendapat  para ulama mengenai tahun kelahiran dan wafatnya :
-          Ibnu ‘Ulayyah : Tsabit wafat pada tahun 127 H.
-          Ja’far bin Sulaiman : wafat tahun 123 H.
Meriwayatkan hadis-hadis dari : Anas, Ibnu Zubair, Ibnu ‘Umar, ‘Umar bin Abu Salamah, ‘Abdur Rahman bin Abu Laila, dll.
Orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya : Humaid ath-Thawil, Syu’bah, Jarir bin Hazim, , Ma’mar, Hammaam, Abu ‘Awaanah, Ja’far bin Sulaiman, al- A’masy, dll.
Penilaian para ulama mengenai sifat dan kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis :
-          Bukhari, dari Ibnu al-Madiniy : Dia meriwayatkan sekitar 250 hadis.
-          Al-‘Ijliy : Tsiqah, Rijaalun shaalihun (Perawi yang saleh).
-          An-Nasa’iy : Tsiqah
-          Abu Hatim : Sahabat Anas yang paling tsabit adalah az-Zuhriy, kemudian Tsabit, lalu Qatadah.
-          Ibnu Hajar : Syu’bah berkata bahwa Tsabit selalu membaca al-Qur’an pada tiap siang dan malam, dia berpuasa ad-Dahr (seumur hidup).
-          Ibnu Sa’ad : Dia tsiqah, ma’mun.
-          Ahmad bin Hanbal dalam “As-Su’aalaat Abu Ja’far Muhammad bin al-Husain al-Baghdadiy” : Abu ‘Abdullah ditanyai tentang siapa yang paling tsabit dalam hadisnya Anas diantara Tsabit dan Humaid. Dia menjawab : Yahya al-Qatthan berkata : Tsabit ikhtilath, dan Humaid lebih tsabit dalam hadis Anas daripada Tsabit.
-          Abu Bakar al-Bardijiy : Jalur Tsabit dari Anas lebih shahih dari hadis jalur Syu’bah, Hammaadiin, Sulaiman bin al-Mughirah. Mereka semua tsiqah selama hadisnya tidak mudhtharrib (kacau).
-          Ibnu Abu Hatim dalam “al-Maraasil” : Jalur Tsabit dari Abu Hurairah dianggap mursal oleh Abu Zur’ah.


C.    Biografi Syu’bah[3]
Nama lengkap : Syu’bah bin al-Hajjaj bin al-Wardi.
Nama kunyah : Abu Bastham.
Nama laqab : al-‘Atakiy, al-Wasithiy, al-Bashriy, al-‘Azdiy.
Thabaqah : Ke-tujuh (Atba’ut Tabi’in senior)
Pendapat  para ulama mengenai tahun kelahiran dan wafatnya :
-          Ibnu sa’id : Wafat pada awal tahun 160 H di Basrah.
-          Abu Bakar bin Manjuwaih : Lahir tahun 82 H dan wafat tahun 160 H.
-          Ibnu Hibban : Lahir tahun 83 H.
-          Ibnu Abu Khaitsamah : Wafat bulan Jumadil Akhir.
Meriwayatkan hadis-hadis dari : Aban bin Tsa’lab, Ibrahim bin ‘Amir bin Mas’ud, Abdur Rahman as-Saddiy, Ibrahim bin Maimun, dll.
Orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya : Ayyub, al-A’masy, ats-Tsauri, Waki’, Ibnu al-Mubarak, Muhammad bin Ja’far, Hajjaj bin Minhal, Adam bin Abu Iyas, Abu Dawud, Abu Nu’aim, dll.
Penilaian para ulama mengenai sifat dan kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis :
-          Abu Thalib, dari Ahmad : Syu’bah lebih hasan hadisnya dari Ats-Tsauri, tidak ada hadis yang lebih hasan dibandingkan hadis Syu’bah.
-          Ibnu Mahdi : Ats-Tsauri berkata bahwa Syu’bah merupakan amirul mukminin dalam hadis.
-          Yazid bin Zurai’ : Syu’bah termasuk orang yang paling shadiq dalam hadis.
-          Nadhr bin Syumail : Aku tidak pernah melihat orang yang paling mencintai orang miskin dibandingkan darinya.
-          Waki’ : Aku berharap agar Allah mengangkat Syu’bah beberapa derajat di surga.
-          Abu Dawud : Ketika Syu’bah meninggal, Sufyan berkata : Hadis telah mati.
-          Ibnu Sa’id : Tsiqah, ma’mun, tsabit, hujjah, shohibul hadis. 
-          Al-Hakim : Syu’bah adalah imam dari para imam di Bashrah dalam mengetahui hadis, dia mendengar hadis dari 400 tabi’in.
D.    Dawud bin az-Zibriqan[4]
Nama Lengkap : Dawud bin az-Zibriqan
Nama Kunyah : Abu ‘Amr. Ada yang berpendapat Abu ‘Umar
Nama Laqab : ar-Raqasyiy, al-Bashriy
Thabaqah : Ke-delapan (Atba’ut Tabi’in pertengahan)
Pendapat  para ulama mengenai tahun kelahiran dan wafatnya :
-          Adz-Dzahabiy : Wafat setelah tahun 180 H.
Meriwayatkan hadis-hadis dari : Ismail bin Abu Khalid, Ismail bin Muslim, Zaid bin Aslam, Ibnu ‘Aun, Abu Zubair, Yahya bin Sa’id al-Anshariy, Syu’bah bin al-Hajjah, dll.
Orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya : Baqiyyah bin al-Walid, Abu Shalih al-Mishriy, Ismail bin Musa al-Fazariy, dll.
Penilaian para ulama mengenai sifat dan kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis :
-          Ibnu Ma’in : Laisa bi Syai’ (tidak ada masalah).
-          Al-Jauzaniy : Kadzdzab (pendusta).
-          Ya’qub bin Syaibah, Abu Zur’ah, Al-Azdiy : Matruk (ditinggalkan).
-          Bukhari : Muqaarib al-Hadis
-          Abu Dawud : Dha’if, laisa bi syai’, hadisnya matruk.
-          An-Nasa’i : Laisa bi tsiqah (tidak tsiqah).
-          Ibnu Hajar, Ibnu Kharas, Ya’qub bin Sufyan, as-Saajiy, Al-‘Ajliy : hadisnya dha’if.
-          Al-Bazzar : Hadisnya sangat munkar

E.     Isma’il bin ‘Amr al-Bajaliy[5]
Nama Lengkap : Isma’il bin ‘Amr
Nama Laqab : Al-Bajaliy, al-Kuufiiy
Pendapat  para ulama mengenai tahun kelahiran dan wafatnya :
-          Al-Khatib : Wafat tahun 227
Meriwayatkan hadis-hadis dari : Ats-Tsauriy, Mis’ar, Syaiban bin Abdur Rahman, al-Hasan bin Shalih, Qais bin Rabi’.
Orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya : ‘Ubaid bin al-Hasan al-Ghazzal, al-Fadh bin Ahmad, Abu ar-Rabi’ az-Zahraniy, Muhammad bin Ibrahim bin Syabib, dll.
Penilaian para ulama mengenai sifat dan kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis :
-          Ibnu Hibban dalam “ats-Tsiqaat” : hadisnya banyak yang gharib.
-          Abu as-Syaikh dalam “Thabaqaat al-Ashbahaniyyiin” : Hadis-hadisnya banyak yang gharib.
-          Al-Khatiib : Shahib Gharaib, hadisnya dari jalur ats-Tsauri banyak yang munkar.
-          Abu Hatim, ad-Daruquthniy, Ibnu ‘Uqdah, al-‘Uqailiy, al-Azdiy mendha’ifkannya.

F.     Muhammad bin Ibrahim bin Syabib al-‘Assaal al-Asbahaaniiy[6]
Syaikh yang tsiqah. Meriwayatkan hadis-hadis dari ‘Amr bin Hayyan, Ibnu Bisyr, Muhammad bin al-Mughirah, Nahl bin ‘Utsman bin Abdul Wahab ats-Tsaqafiy, dll. Wafat pada tahun 292 H.
G.    At-Thabraniy[7]
Nama Lengkap : Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi al-Yamani ath-Thabraniy.
Nama Kunyah : Abu al-Qasim
Lahir di Akka, Madinah pada Shafar 260 H. Wafat di Asfahan pada 28 Dzulqa’dah 360 H
Tempat-tempat yang dikunjungi untuk belajar hadis : Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Irak, Iran, Semenanjung Saudi Arabia, Afghanistan, Asfahan.
Nama-nama guru : Hasyim bin Murtsid ath-Thabraniy, Ibrahim bin Abu Sufyan, Abu Zur’ah al-Dimasyqi, Basyr bin Musa. ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz al-Baghawiy, dll.
Nama-nama murid : Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim as-Sahhaf, Ibnu Mandah, Abu Nu’aim al-Asbahaniy, Abu Sa’id al-Naqqas, dll.
Penilaian para ulama mengenai sifat dan kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis :
-          Sulaiman bin Ibrahim : seorang penghafal hadis sekitar 20000-40000 hadis.
-          Abu ‘Abdullah bin Mandah : salah satu menghafal hadis yang terkenal dan diperhitungkan.
-          Abu al-Husain Ahmad bin Faris al-Lugawi, yang dinisbatkan kepada Ibnu al-Amid : At-Thabrani dalam hal hafalan lebih unggul dari al-Ji’abi, sedangkan Abu Bakar sendiri lebih unggul daripada at-Thabraniy dalam hal kepintaran dan kecerdasan.

 Penjelasan
Hadis riwayat Abu Dawud ini sanadnya mursal karena terdapat perawi yang bernama Mu’adz bin Zuhroh. Dia termasuk perawi thabaqah ketiga (tabi’in pertengahan), namun langsung meriwayatkan dari Nabi. Hukum hadis mursal menurut jumhur ulama hadis adalah dha’if dan tidak bisa dijadikan hujah karena terdapat perawi yang keadaannya tidak jelas[8]. Selain menyebutkannya dalam kitab sunan, Abu Dawud juga menyebutkan hadis ini dalam kitab al-Maraasiil.
Hadis ini mempunyai tiga syahid pada tataran sahabat, yaitu : Pertama, dari jalur sahabat Ali bin Abi Thalib, riwayat al-Haris dalam Musnad al-Haris. Dalam sanad ini terdapat perawi yang bernama Hammad bin ‘Amr yang menurut sebagian besar ulama termasuk perawi yang kadzib (pendusta), matruk (ditinggalkan), waahiy (lemah) dan munkar.[9] Selain itu juga ada perawi yang bernama Abdur Rahman bin Waqid yang munkar, dha’if, dan majhul.[10] Matan hadis pada jalur ini berupa wasiat Nabi kepada Ali bin Abi Thalib untuk membaca do’a yang terdapat dalam hadis ini setelah berbuka puasa.
Kedua, dari jalur sahabat Anas bin Malik, riwayat ath-Thabraniy dalam Mu’jam al-Ausath. Dalam hadis ini terdapat perawi yang bernama Dawud bin az-Zibriqan yang menurut sebagian besar ulama termasuk perawi yang kadzdzab, matruk, munkar, dha’if, dan tidak tsiqah. Selain itu juga ada perawi yang bernama Isma’il bin ‘Amr al-Bajaliy yang sebagian besar ulama berpendapat dia adalah perawi yang dha’if, munkar, dan banyak hadisnya yang gharib.
Ketiga, dari jalur sahabat Abu Hurairah, riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Dalam hadis ini terdapat perawi yang bernama Hushain bin ‘Abdur Rahman as-Sulamiy yang kredibilitasnya diperdebatkan. Sebagian ulama seperti Ahmad, Ibnu Ma’in, al-‘Ijliy mengatakan dia shaduq, hujjah, tsiqah, tsabit, dan ma’mun. Sebagian ulama berpendapat lain, seperti Abu Hatim yang mengatakan dia tsiqah, namun hafalannya buruk pada akhir umurnya, lalu An-Nasa’i dan al-‘Uqailiy yang mengatakan dia taghayyur[11], dan Yazid bin Harun yang mengatakan dia ikhtilath[12] (akalnya rusak dan kacau perkataan dan perbuatannya[13]). Bahkan Bukhari, Ibnu ‘Addiy, dan al-‘Uqailiy mencantumkannya dalam “adh-Dhu’afaa’[14]. Dalam Manhaj an-Naqd fii ‘Uluum al-Hadis karangan Nuruddin ‘Itr disebutkan dua macam hukum hadis dari perawi yang ikhtilath, yaitu :
a.       Jika perawinya meriwayatkan hadis tersebut sebelum dia ikhtilath, maka hadis tersebut maqbul (diterima) dan dapat dijadikan hujah.
b.      Jika perawinya meriwayatkan hadis tersebut sesudah ikhtilath, atau belum diketahui apakah dia meriwayatkan hadis tersebut sebelum atau sesudah dia ikhtilath, maka hadis itu tertolak.
Pada jalur ini perawi yang meriwayatkan hadis dari Hushain adalah Muhammad bin Fudhail. Dalam Kitab al-Ightiyaath bi Man Ramaa ar-Ruwaah bi al-Ihktilath karangan Burhanuddin Sibth Ibnu al-‘Ajamiy disebutkan bahwa Muhammad bin Fudhail merupakan salah satu perawi yang meriwayatkan hadis dari Hushain setelah dia (Hushain) ikhtilath.
            Bisa disimpulkan bahwa hadis ini dha’if karena semua jalurnya tertolak dengan berbagai alasan.

Daftar Pustaka :
Adz-Dzahabiy, Abu ‘Abdullah. Mizan al-I’tidal. 1963. Beirut : Dar al-Ma’rifah.
Ath-Thahan, Mahmud. Taysir Musthalah al-Hadis. 2004. Maktabah al-Ma’aarif.
al-Asbahaniy, Abu Nu’aim. Tarikh Ashbahani. 1990. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Atsqalaniy, Ibnu Hajar. Tahdzib at-Tahdzib. 1995. Beirut : Mu’assasah ar-Risalah.
Al-Bundariy, Abdul Ghafar Sulaiman. Maushu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah. 1993. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Mizi, Abu ‘Abdullah. Tahdzib al-Kamaal fii Asmaa’ ar-Rijaal. 1980. Beirut : Mu’assasah ar-Risalah.
Al-‘Uqailiy, Abu Ja’far. Adh-Dhu’afaa’ al-Kabiir. Tth. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Ibnu al-‘Ajamiy, Burhanuddin Sibth. Al-Ightiyaath bi Man Ramaa ar-Ruwah bi al-Ihktilath. 1988. Kairo : Dar al-Hadis.
‘Itr, Nuruddin, Manhaj an-Naqd fii ‘Uluum al-Hadis. 1981. Beirut : Dar al-Fikr.


[1] Dikutip dari Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1, hal 190-191 (Beirut : Mu’assasah ar-Risalah. 1995) karangan Ibnu Hajar al-Atsqalaniy dan Maushu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah , jilid 1, hal. 151. (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1993) karangan Abdul Ghafar Sulaiman al-Bundariy.
[2] Dikutip dari Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1, hal 262-263 (Beirut : Mu’assasah ar-Risalah. 1995) karangan Ibnu Hajar al-Atsqalaniy dan Maushu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah , jilid 1, hal. 354. (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1993) karangan Abdul Ghafar Sulaiman al-Bundariy.
[3] Dikutip dari Tahdzib at-Tahdzib, jilid 2, hal 166-170 (Beirut : Mu’assasah ar-Risalah. 1995) karangan Ibnu Hajar al-Atsqalaniy dan Maushu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah , jilid 2, hal. 150. (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1993) karangan Abdul Ghafar Sulaiman al-Bundariy.
[4] Dikutip dari Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1 hal 563-564 (Beirut : Mu’assasah ar-Risalah. 1995) karangan Ibnu Hajar al-Atsqalaniy dan Maushu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah , jilid 1, hal. 463. (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1993) karangan Abdul Ghafar Sulaiman al-Bundariy.
[5] Dikutip dari Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1, hal 162 (Beirut : Mu’assasah ar-Risalah. 1995) karangan Ibnu Hajar al-Atsqalaniy dan Maushu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah , jilid 1, hal. 128. (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1993) karangan Abdul Ghafar Sulaiman al-Bundariy.
[6] Dikutip dari Tarikh Ashbahani, jilid 2, hal 188 (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1990) karangan Abu Nu’aim al-Asbahaniy.
[7] Dikutip dari Mu’jam al-Ausath, jilid 1, hal. 14-22 (Kairo : Dar al-Haramain. 1995) karangan ath-Thabraniy. Dalam kitab ini, biografi
[8] Mahmud ath-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadis, hal. 88. (Maktabah al-Ma’aarif. 2004)
[9] Abu ‘Abdullah Adz-Dzahabiy, Mizan al-I’tidal, jilid 1, hal. 598. (Beirut : Dar al-Ma’rifah. 1963)
[10] Ibid, jilid 2, hal. 607
[11] Ibid, jilid 1, hal. 552
[12] Ibid.
[13] Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fii ‘Uluum al-Hadis, hal. 133. (Beirut : Dar al-Fikr. 1981)
[14] Op.cit, Abu ‘Abdullah Adz-Dzahabiy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar